Oleh: Tsabit Walad Al-Wahad, S.T. Â (GES Environmental Engineer)
Interest in study related environmental economic valuation. Likes every sport activity, culinary, and travelling. He always want to try something new.
Pertumbuhan industri di Indonesia yang terus menerus mengalami peningkatan dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan industri non-migas pada triwulan III/2017 mencapai 5,49%. Pertumbuhan industri ini memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Selain itu, pertumbuhan industri juga berpotensi memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, jika limbah dari kegiatan operasional dan produksi tidak dikelola dengan baik.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia membuat peraturan mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Dalam peraturan tersebut pemerintah mengamanahkan kepada setiap pemangku kepentingan untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan, dengan memperkuat instrumen terkait pencegahan potensi dampak negatif terhadap lingkungan. Salah satu kegiatan dalam pengelolaan lingkungan adalah kegiatan pemantauan lingkungan. Kegiatan pemantauan lingkungan ini bertujuan agar perusahaan mengetahui performa kegiatan pengelolaan lingkungan secara terukur dan dapat dipertanggung jawabkan.
Kegiatan pemantauan lingkungan ini tentunya membutuhkan investasi atau biaya yang tidak sedikit. Pemantauan lingkungan juga menjadi beban pengeluaran yang hanya digunakan untuk produk sampingan, dan tidak memberikan pendapatan secara langsung kepada perusahaan. Namun jika dianalisis lebih lanjut, keuntungan tidak langsung yang didapat perusahaan dari pemantauan lingkungan jauh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.
Tujuan utama dari pemantaun lingkungan adalah untuk mengidentifikasi masalah dalam pengelolaan limbah yang berpotensi terjadi (early warning system). Pemantauan lingkungan yang bersifat real time, memungkinkan perusahaan untuk segera mengetahui dan menyelesaikan masalah pengelolaan lingkungan. Hal ini berarti perusahaan dapat mengurangi potensi dampak terhadap lingkungan oleh limbah, dan menghindarkan perusahaan dari sanksi pemerintah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 99, setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan dapat didenda paling sedikit Rp 1.000.000.000 sampai Rp 3.000.000.000.
Selain itu pemerintah juga bisa memberikan sanksi administratif berupa penutupan sementara kegiatan produksi, jika limbah perusahaan terus mencemari lingkungan. Penghentian kegiatan produksi tentu tidak diharapkan, karena akan menghentikan pendapatan perusahaan. Kemudian jika limbah telah mencemari lingkungan, perusahaan harus melakukan tindakan pemulihan. Tindakan pemulihan yang dapat dilakukan yaitu teknologi remediasi, rehabilitasi, restorasi, dan/atau cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tindakan pemulihan ini tentunya mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, sebagai contoh biaya bioremediasi berkisar antara $0,45 – $1,69 ft2 (Remediation Technologies Screening Matrix and Reference Guide, Version 4).
Lalu dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 juga mengatur tentang hak gugat masyarakat terhadap kerugian akibat pencemaran lingkungan. Salah satu contoh kerugian yang dirasakan masyarakat, dapat berupa terganggunya kualitas air sungai yang menyebabkan sumber air masyarakat tercemar. Kemudian pencemaran sungai juga berpotensi menyebabkan biota sungai mati, masyarakat yang sumber mata pencahariannya dari sungai dapat mengajukan ganti rugi kepada perusahaan.
Sistem pemantauan lingkungan juga dapat dijadikan sebagai sistem otomatisasi dalam proses pengolahan air limbah. SIstem otomatisasi ini diperlukan untuk efisiensi proses pengolahan dan biaya operasional dan pemeliharaan. Menurut data dari UNEP tahun 2015, terdapat 5 kategori biaya operasional dan pemeliharaan dalam suatu instalasi pengolahan air limbah, yaitu energi, staf/pekerja, bahan kimia, pengelolaan hasil akhir, dan pemeliharaan. Dari hasil identifikasi biaya staf/pekerja menjadi biaya yang paling besar dalam pengelolaan air limbah, yaitu satu pertiga dari total biaya operasional dan pemeliharaan. Lalu pemeliharaan instalasi dan kebutuhan energi menghabiskan biaya masing-masing sebesar 21% dan 18% dari total biaya. Selanjutnya pengelolaan hasil akhir dan bahan kimia menghabiskan biaya yang kurang lebih sama, dengan rata-rata sebesar 15-14% dari total biaya.
Sistem pemantauan dan otomatisasi yang terintegrasi pada instalasi pengolahan air limbah, dapat mengoptimalkan kebutuhan staf, energi, bahan kimia dan pemeliharaan instalasi. Salah satu contoh efisiensi karena penerapan sistem pemantauan dan otomatisasi adalah dalam penggunaan energi. Penggunaan energi yang paling besar dalam instalasi pengolahan air limbah menurut (Rockwell Automatitation, 2017), adalah penggunaan alat untuk memompa oksigen ke air limbah pada pengolahan biologi. Penggunaan alat pemompa oksigen tersebut menghabiskan energi sebesar 60% dari total energi yang digunakan.
Penggunaan energi yang besar ini disebabkan oleh pengelolaan alat pemompa oksigen yang masih manual untuk menghidupkan dan mematikan alat tersebut. Seringkali alat pemompa oksigen dengan mekanisme yang manual digunakan secara berlebihan, karena alat pompa tidak bisa mengikuti fluktuasi pada proses pengolahan air limbah. Oleh karena itu, perlu ada sistem pemantauan dan otomatisasi pada proses pengolahan air limbah agar alat-alat pendukung dapat bekerja dengan efektif dan efisien.
Selain melakukan pemantauan lingkungan, perusahaan juga harus mampu mengevaluasi hasil pemantauan tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kinerja dari sistem pengelolaan lingkungan. Maka dari itu, Ganeca Environmental Services berinovasi dengan menyusun suatu program pemantauan dan evaluasi yang disebut EMEP (Environmental Monitoring and Evaluation Program). EMEP adalah layanan terintegrasi dalam pemantauan dan evaluasi lingkungan, dengan mengintegrasikan aspek pemanfaatan teknologi yang tepat guna, handal, dan inovatif. Pemantauan lingkungan sendiri memiliki peran strategis dalam mengevaluasi performa sistem pengelolaan lingkungan eksisting. Lalu hasil evaluasi sistem pengelolaan lingkungan dapat digunakan sebagai landasan dalam melakukan peningkatan performa. Adapun manfaat EMEP lainnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Referensi:
- Badan Pusat Statistik. 2018. Ekonomi Indonesia Triwulan IV-2017. 28 April 2018. https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/02/05/1519/ekonomi-indonesia-triwulan-iv-2017–tumbuh-5-19-persen.html.
- Francesc Hernández-Sancho (University of Valencia), Birguy Lamizana-Diallo (UNEP), Javier Mateo-Sagasta (IWMI) and Manzoor Qadir (UNU-INWEH). 2015. Economic Valuation of Wastewater – The cost of action and the cost of no action. United Nations Environment Programme.
- FRTR. Remediation Technologies Screening Matrix and Reference Guide. 27 April 2018. https://frtr.gov/matrix2/section4/4-33.html.
- Rockwell Automation. 2017. Improve Wastewater Treatment Plant Efficiencies and Reduce Energy Costs.
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Disclaimer: You may use and re-use the information featured in this website (not including GES logos) without written permission in any format or medium under the Fair Use term. We encourage users to cite this website and author’s name when you use sources in this website as references. You can use citation APA citation format  as standard citation format. Any enquiries regarding the use and re-use of this information resource should be sent to info@gesi.co.id