Oleh: Tsabit Walad Al-Wahad, S.T., Dr. Ir. M. Sonny Abfertiawan, & Reza Putra Pratama, S.T. (GES Environmental Engineer)
Industri pertambangan baik mineral maupun batubara berpotensi memberikan dampak positif maupun dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif tersebut berpotensi terjadi akibat adanya kegiatan penggalian dan penimbunan batuan penutup (overburden material atau waste rock). Oleh karena itu, perencanaan pengelolaan lingkungan pertambangan harus dapat direncanakan sejak tahap prapenambangan. Integrasi pengelolaan lingkungan dan rencana penambangan merupakan salah satu cara terbaik yang dapat meminimalkan potensi dampak lingkungan di masa penambangan. Salah satu pengelolaan lingkungan pertambangan yang harus direncanakan yakni reklamasi pada lahan yang terganggu oleh kegiatan penambangan.
Pemerintah Indonesia yang berperan dalam menjaga dan mengawasi setiap kegiatan penambangan, menerbitkan peraturan mengenai pengelolaan lingkungan pertambangan. Salah satu kegiatan pengelolaan lingkungan pertambangan telah diatur dalam Peraturan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 07 Tahun 2014, tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Dalam peraturan ini salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yakni penyediaan jaminan reklamasi. Jaminan reklamasi merupakan sejumlah dana yang disediakan oleh pengusaha tambang sebagai jaminan untuk melaksanakan kegiatan reklamasi.
Sebelum melakukan perhitungan terhadap jaminan reklamasi, pemegang IUP dan IUPK harus melakukan perencanaan kegiatan reklamasi terlebih dahulu yang sejalan dengan rencana penambangan. Perencanaan reklamasi ini harus meliputi rencana pembukaan lahan untuk pertambangan, program reklamasi yang akan dilakukan, kriteria keberhasilan kegiatan reklamasi, dan perhitungan biaya rencana reklamasi. Penetapan besaran jaminan reklamasi sendiri yaitu untuk jangka waktu 5 tahun dengan rincian biaya setiap satu tahun. Selanjutnya, pemegang izin usaha pertambangan, mengajukan peninjauan terhadap perencanaan dan anggaran biaya untuk reklamasi, kepada instansi pemerintah yang berwenang.
Instansi pemerintah tersebut yaitu direktur jenderal atas nama Menteri, gubernur, atau bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya memberikan penilaian dan persetujuan atas rencana reklamasi. Dalam hal ini jika rencana reklamasi belum memenuhi ketentuan, maka rencana reklamasi dapat dikembalikan kepada pemegang IUP atau IUPK untuk disempurnakan. Persetujuan rencana reklamasi oleh instansi pemerintah yang berwenang, harus termasuk di dalamnya penetapan besaran jaminan reklamasi. Untuk lebih jelasnya mengenai alur penyusunan jaminan reklamasi dapat dilihat pada gambar 1.
Sebelum menghitung jaminan reklamasi, pemegang IUP dan IUPK perlu menyusun perencanaan reklamasi terlebih dahulu. Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, perencanaan reklamasi harus disusun dalam sebuah dokumen. Dokumen perencanaan reklamasi ini meliputi beberapa bagian dan kelengkapan dokumen. Dokumen-dokumen tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Selain bertujuan untuk menata dan memperbaiki lahan yang berpotensi terganggu akibat kegiatan penambangan, reklamasi dalam konteks yang lebih luas juga harus meliputi pengelolaan air asam tambang yang berpotensi terbentuk dari kegiatan penggalian batuan penutup (overburden). Pengelolaan overburden material yang tepat dapat dilakukan melalui pemisahan material yang berpotensi membentuk asam (Potentially Acid Forming/PAF) dan tidak membentuk asam (Non Acid Forming) sebagai bagian dari upaya enkapsulasi material pembentuk asam. Upaya ini diharapkan dapat mencegah terbentuknya air asam tambang yang berpotensi terjadi selama operasi penambangan maupun pascatambang. Upaya pencegahan ini dapat berdampak langsung terhadap kesuksesan kegiatan reklamasa lahan bekas tambang. Oleh karena itu, kegiatan reklamasi sejak prapenambangan perlu direncanakan dengan baik oleh perusahaan pertambangan, sebagai bentuk tanggung jawab dan komitmen terhadap lingkungan dan masyarakat yang berpotensi terkena dampak kegiatan penambangan.
[vc_separator border_width=”4″]
Referensi:
- Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor: 07 Tahun 2014, tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
- Peraturan Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral membuat peraturan Nomor 05 Tahun 2016, tentang Tatacara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral Ke Luar Negeri.
Disclaimer: You may use and re-use the information featured in this website (not including GES logos) without written permission in any format or medium under the Fair Use term. We encourage users to cite this website and author’s name when you use sources in this website as references. You can use citation APA citation format  as standard citation format. Any enquiries regarding the use and re-use of this information resource should be sent to info@gesi.co.id