Oleh: Tsabit Walad Al-Wahad, S.T. (GES Environmental Engineer)
Interest in study related environmental economic valuation. Likes every sport activity, culinary, and travelling. He always want to try something new.
Menurut data Badan Pusat Statistik, dari tahun 2010-2016 Indonesia memiliki laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,36%. Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia yang terus meningkat berpotensi dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Salah satunya yakni meningkatnya volume timbulan air limbah domestik yang harus dikelola dengan baik sebelum dialirkan ke lingkungan. Pemerintah menyadari bahwa permasalahan ini dapat berdampak langsung terhadap kondisi kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia telah megeluarkan kebijakan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 untuk mengatasi permasalahan tersebut di masa depan. Kebijakan ini dikenal dengan universal access atau akses universal atau 100-0-100. Pemerintah bertekad untuk dapat memenuhi akses sanitasi dan penyediaan air bersih kepada masyarakat hingga 100% pada tahun 2019. Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk dapat mengatasi permasalahan pemukiman kumuh hingga mencapai 0% pada tahun yang sama.
Untuk mencapai target tersebut, seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) yakni pemerintah, pihak swasta, perguruan tinggi, dan masyarakat memiliki tantangan yang cukup besar yang harus diselesaikan bersama-sama. Salah satu permasalahan yang nyata saat ini dihadapi oleh hampir seluruh daerah di Indonesia yakni kondisi sistem pengolahan setempat di masyarakat. Pembangunan infrastruktur sanitasi seharusnya tidak terfokus hanya pada akses sanitasi seperti jamban yang layak, tetapi pengolahan air limbah tersebut juga harus diperhatikan. Sebesar 76% penduduk kota di Indonesia telah memiliki jamban, namun hanya 5% fasilitas sanitasi yang mengolah air limbah sebelum dibuang ke lingkungan.
Data dari World Bank, lebih dari 90% penduduk Indonesia menggunakan sistem sanitasi setempat untuk mengolah air limbah domestik. Namun, pengelolaan air limbah domestik dengan sistem setempat memiliki kendala dengan banyaknya tangki septik yang belum memenuhi SNI (Standar Nasional Indonesia) 03-2398-2002. Beberapa faktor yang menyebabkan banyak tangki septik yang belum memenuhi SNI, dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat serta keterbatasan lahan di daerah perkotaan. Oleh karena itu perlu sosialisasi terhadap kriteria tangki septik yang benar menurut SNI, dan teknologi yang tepat guna untuk daerah pemukiman padat penduduk.
Kriteria tangki septik menurut SNI yang menyebabkan besarnya kebutuhan lahan adalah sistem resapan setelah pengolahan pada tangki septik. Sistem peresapan ini minimal harus berjarak 10 meter dari sumber air bersih secara horizontal. Oleh karena itu, perlu teknologi tambahan pada tangki septik agar effluent tidak beresiko mencemari lingkungan, meskipun tanpa sistem peresapan. Salah satu teknologi yang cocok digunakan di lokasi dengan tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi adalah tangki septik dengan filter anaerobik. Sebagai pertimbangan, pada Tabel 1. dapat dilihat kelebihan dan kekurangan dari tangki septik filter anaerobik.
Tangki septik dengan filter anerobik merupakan tangki septik dengan lebih dari satu kompartemen dengan fungsi kompartemen pertama untuk pengendapan dan kompartemen selanjutnya dipasangi filter. Filter ini dapat terbuat dari bahan alami dan mudah didapat seperti kerikil, sisa arang, bambu, batok kelapa, atau plastik yang dibentuk khusus. Bakteri aktif ditambahkan untuk memicu proses penurunan konsentrasi bahan pencemar. Selanjutnya, bakteri aktif didapat dari lumpur tinja yang mengalir ke media filter, kemudian materi organik akan diuraikan oleh biomassa yang menempel pada materi filter tersebut. Teknologi filter anaerobik ini memiliki efisiensi penyisihan substrat lebih dari 90% (C. Russo, et al), sehingga effluent dari tangki septik sangat memungkinkan untuk dialirkan langsung ke lingkungan.
Aliran pada tangki septik filter anaerobik ini berupa aliran ke atas (upflow filter), dengan membuat influent ada di bagian bawah kompartemen filter. Sistem aliran ke atas dapat membuat waktu kontak dengan media filter lebih lama, sehingga air limbah akan terolah dengan baik. Sementara itu kriteria perencanaan filter anaerobik adalah sebagai berikut (Bintek, 2011):
- Media yang digunakan berukuran 2-6 cm dan bersifat porous dengan specific gravity mendekati 1 (satu).
- Kedalaman filter 100-120 cm.
- Waktu detensi > 1 (satu) hari.
- Angka pori berkisar antara 40-60 %
Tangki septik filter anaerobik ini dapat terbuat dari material beton atau fiberglass, dan bentuknya bisa segi empat atau bulat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Jika tangki septik filter anaerobik ini akan dibangun dibawah jalan yang dilalui beban berat seperti kendaraan bermotor, maka dapat dibuat dari beton sehingga umur pemakaian panjang. Contoh dua unit tangki septik filter anaerobik bentuk dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2 berikut.
Pengoperasian dan pemeliharaan tangki septik filter anaerobik ini juga cukup mudah. Pengoperasian dimulai dari mengisi air pada tangki septik, setelah itu tangki septik dapat digunakan. Untuk mempercepat proses pembentukan bakteri pengurai di tangki septik, maka dapat ditambahkan bakteri pengurai seperti IM4, startbio, bio 2000, dan lain sebagainya. Lalu pemeliharaan tangki septik filter anaerobik ini dapat dilakukan dengan pembersihan filter dari padatan dan biomassa yang menebal dan bisa menyumbat pori-pori filter. Filter bisa dibersihkan dengan mengalirkan air dengan arah berlawanan aliran, atau melepas media filter dari tangki kemudian dibersihkan.
Tangki septik dengan penerapan filter anaerobik merupakan jenis variasi tangki septik konvensional yang ditambah dengan filter penyaring agar keluaran air limbah/ efluent di outlet lebih bersih. Akan tetapi, penerapan sistem tangki septik dengan filter anaerobik terdapat kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, perlu pertimbangan yang baik terutamah aspek teknis maupun non teknis agar fungsi dari penerapan tangki septik dengan filter dapat berjalan dengan optimal.
informasi yang disajikan pada Tabel Kelebihan dan kekurangan tangki septik dengan filter anaerobik bisa dijadikan pertimbangan untuk mengimplementasi tangki septik dengan filter anaerobik.
Referensi:
- Arianto Eri, dkk. “ Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat Tangki Septik dengan Upflow Filter”. 2016. Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene (IUWASH): Jakarta.
- Bimbingan Teknis Perencanaan Pengolahan Setempat. 2011. Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
- Badan Pusat Statistik. “Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Provinsi”. https://www.bps.go.id/statictable/2009/02/20/1268/laju-pertumbuhan-penduduk-menurut-provinsi.html. (diakses 08 Agustus 2018).
- C. Russo, et al. “An Anaerobic filter Applied to The Treatment of Distillery Wastewaters”.2006. Chemical Engineering Programme, COPPE/UFRJ, PO Box 68502, Rio de Janeiro, Brazil.
- SNI 03-2398-2002. Tata Cara Perencanaan Tangki Septik dengan Sistem Resapan.
- Soedjono. E.S, dkk. “Buku Referensi Opsi Sistem dan Teknologi Sanitasi”. 2010. Tim Teknis Pembangunan Sanitasi (TTPS).
- World Bank Group. “Memenuhi Kebutuhan Sanitasi Perkotaan di Indonesia”. http://www.worldbank.org/in/news/feature/2017/03/21/meeting-indonesia-urban-sanitation-needs. (diakses 08 Agustus 2018).
Disclaimer: You may use and re-use the information featured in this website (not including GES logos) without written permission in any format or medium under the Fair Use term. We encourage users to cite this website and author’s name when you use sources in this website as references. You can use citation APA citation format as standard citation format. Any enquiries regarding the use and re-use of this information resource should be sent to info@gesi.co.id